|
PROSEDUR
TETAP
PENGELOLAAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR
|
DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH
|
1. Terminologi
Asfiksia pada
bayi baru lahir (BBL)
2. Definisi
Asfiksia pada
bayi baru lahir (BBL)
Kegagalan napas
secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
3. Prinsip dasar
3.1.
Asfiksia merupakan penyebab kematian
neonatal yang paling tinggi. Menurut SKRT 2001, 27% kematian neonatal
diakibatkan oleh Asfiksia dan angka kematian sekitar 41.94% di RS pusat rujukan
propinsi.
3.2.
Asfiksia perinatal dapat terjadi selama
antepartum, intrapartum maupun postpartum
3.3.
Asfiksia
selain dapat menyebabkan kematian dapat mengakibatkan kecacatan
4. Langkah promotif/preventif
Sebetulnya
asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan
sebagai berikut:
4.1.
Pemeriksaan selama kehamilan secara
teratur yang berkualitas,
4.2.
Meningkatkan status nutrisi ibu
4.3.
Manajemen persalinan yang baik dan benar
4.4.
Melaksanakan Pelayanan neonatal esensial
terutama dengan melakukan resusitasi yang baik dan benar yang sesuai standar.
5. Fisiologi pernapasan bayi baru lahir
Oksigen
sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Selama di dalam
rahim, janin mendapatkan Oksigen dan nutrien dari ibu melalui mekanisme difusi
melalui plasenta yang berasal dari
ibu diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup
dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak tidak berfungsi sebagai sumber oksigen
atau jalan untuk mengeluarkan CO2 (karbon dioksida) sehingga paru tidak perlu
diperfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar.
Setelah
lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi sehingga dan akan segera
bergantung kepada paru sebagai sumber utama
oksigen. Oleh karena itu, maka beberapa saat sesudah lahir paru harus
segera terisi oksigen dan pembuluih darah paru harus berelaksasi untuk
memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan ke seluruh
tubuh.
Reaksi bayi pada masa transisi
normal
Biasanya
BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru. Hal ini
mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru,
sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri ulmonal dan menyebabkan arteriol
berelaksasi Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap
konstriksi dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga
tidak dapat memberikan perfusi ke oragan organ tubuh yang penting seperti otak,
jantung, ginjal dan lain lain. Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan
menyebabkan kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan
kematian atau kecacatan
6. Patofisiologi
Asfiksia
adalah keadaan BBL tidak bernafas
secara spontan dan teratur. Sering sekali seorang bayi yang mengalami
gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan.
Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan
plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.
Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia
Pernapasan
adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan oksigen. Pada
periode awal bayi akan mengalami napas cepat (rapid breathing) yang disebut dengan gasping primer. Setelah periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernapas (apnu) yang
disebut apnu primer. Pada saat ini
frekuensi jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih tetap bertahan.
Gambar
1. Apnu primer dan sekunder
Bila
keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka
bayi akan melakukan usaha napas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi
jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan bisa menyebabkan
kematian bila bayi tidak segera ditolong. Sehingga setiap menjumpai kasus dengan apnu, harus dianggap
sebagai apnu sekunder dan segera dilakukan resusitasi
7. Penyebab asfiksia
Asfiksia
pada BBL dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, faktor bayi dan faktor tali
pusat atau plasenta
Faktor ibu :
Keadaan
Ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan mengakibatkan Gawat
Janin dan akan berlanjut sebagai Asfiksia BBL, antara lain :
·
Preeklampsia dan eklampsia
·
Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta
previa atau solusio plasenta)
·
Partus
lama atau partus macet
·
Demam sebelum dan selama persalinan
·
Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC,
HIV)
·
Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu
kehamilan )
Faktor plasenta dan talipusat
Keadaan
plasenta atau talipusat yang dapat
mengakibatkan asfiksia BBL akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui
talipusat bayi
·
Infark plasenta
·
Hematom plasenta
·
Lilitan talipusat
·
Talipusat pendek
·
Simpul talipusat
·
Prolapsus talipusat
Faktor bayi
Keadaan
bayi yang dapat mengalami asfiksia
walaupun kadang kadang tanpa didahului
tanda gawat janin:
·
Bayi
kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan)
·
Air ketuban bercampur mekonium
·
Kelainan kongenital yang memberi dampak
pada pernapasan bayi
8.
Diagnosis
Anamnesis :
·
Gangguan atau kesulitan waktu lahir
(lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dll).
·
Lahir tidak bernafas/menangis.
·
Air ketuban bercampur mekonium.
Pemeriksaan fisik :
·
Bayi tidak bernapas atau napas
megap-megap.
·
Denyut jantung kurang dari 100X/menit
·
Kulit sianosis, pucat.
·
Tonus otot menurun.
·
Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai Skor
Apgar
9. Manajemen
9.1. Resusitasi (Tahapan Resusitasi Lihat Bagan)
·
Begitu bayi
lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari
o Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
o Isap lendir dari mulut kemudian hidung
o Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan
menggosok punggung atau menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah
dengan yang kering
o Reposisi kepala
o
o
o Reposisi kepala bayi
o Nilai bayi : usaha napas , warna kulit dan denyut
jantung
·
Bila bayi tidak
bernapas lakukan ventilasi tekanan positip (VTP) dengan memakai balon dan
sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40 -60 kali per menit
·
Nilai bayi:
usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
·
Bila belum
bernapas dan denyut jantung¸ 60 x/menit
lanjutkan VTP dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
·
Nilai bayi:
usaha napas, warna kulit dan denyut
jantung
o Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin
dan lanjutkan VTP dan kompresi dada
o Bila denyut jantung
> 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan
·
Pemasangan pipa
ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi
·
Selanjutnya
lihat Bagan 6.1
9.2. Terapi
medikamentosa:
Epinefrin :
Indikasi:
·
Denyut jantung bayi <60 kali/menit
setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada
belum ada respons.
·
Asistolik.
Dosis:
0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB)
Cara:
IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
9.3.
Cairan
pengganti volume darah
Indikasi:
·
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi
mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
·
Hipovolemia kemungkinan akibat adanya
perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Jenis
cairan :
·
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl
0.9%, Ringer Laktat)
·
Transfusi darah gol.O negatif jika diduga
kehilangan darah banyak dan bila fasilitas tersedia
Dosis:
Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
9.4.
Bikarbonat
:
Indikasi:
·
Asidosis metabolik secara klinis ( napas
cepat dan dalam, sianosis)
Prasyarat:
Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektip
Dosis:
1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4.2%) atau 1 ml /kgbb (7.4%)
Cara:
Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek
samping: Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat
merusak fungsi miokardium dan otak.
Bagan 6.1. Tahapan Resusitasi
|
|
|
|
||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||
|
|
10.
Tindakan setelah resusitasi
Setelah melakukan resusitasi , maka harus dilakukan
tindakan :
o
Pemantauan Pasca Resusitasi
o
Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan
alat
o
Membuat Catatan Tindakan Resusitasi
o
Konseling pada Keluarga
Pemantauan pasca resusitasi
·
Sering sekali kejadian bahwa setelah
dilakukan resusitasi dan berhasil, bayi dianggap sudah baik dan tidak perlu
dipantau (dimonitor), pada hal bayi masih mempunyai potensi atau risiko
terjadinya hal yang fatal, mis. karena kedinginan, hipoglikemia dan kejang. Untuk itu, pasca resusitasi harus
tetap dilakukan pengawasan sebagai berikut:
·
Bayi harus dipantau secara khusus:
o
Bukan dirawat secara Rawat gabung
o
Pantau tanda vital: napas, jantung,
kesadaran dan produksi urin
o
Jaga bayi agar senantiasa hangat (Lihat
cara menghangatkan )
o
Bila tersedia fasilitas, periksa kadar
gula darah
o
Perhatian khusus diberikan pada waktu
malam hari
·
Berikan imunisasi Hepatitis B pada saat
bayi masih dirawat dan Polio pada saat pulang.
Kapan harus merujuk :
·
Rujukan yang paling ideal adalah rujukan
antepartum untuk ibu risiko tinggi /komplikasi.
·
Bila Puskesmas tidak mempunyai fasilitas
lengkap,maka
o
Lakukan rujukan bila bayi tidak memberi
respons terhadap tindakan resusitasi
selama 2- 3 menit
·
Bila Puskesmas mempunyai fasilitas
lengkap dan kemampuan melakukan
pemasangan ET dan pemberian obat-obatan serta bayi tidak memberikan respons terhadap
tindakan resusitasi, maka segera lakukan rujukan
·
Bila oleh karena satu dan lain hal bayi
tidak dapat dirujuk, maka dilakukan tindakan yang paling optimal di Puskesmas dan berikan dukungan emosional
kepada ibu dan keluarga
·
Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk, jelaskan kepada
orang tua tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan manfaat rujukan untuk bayi ini
kurang bila terlalu lama tidak segera dirujuk
Kapan
menghentikan resusitasi .
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika:
Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar
denyut jantung setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit.
11.
Mencatat
tindakan resusitasi
Catat
hal hal di bawah ini dengan rinci
11.1.
Kondisi bayi saat lahir
11.2.
Tindakan yang diperlukan untuk memulai
pernapasan ( Tahapan resusitasi yang
telah dilakukan )
11.3.
Waktu antara lahir dengan memulai
pernapasan
11.4.
Pengamatan secara klinis selama dan
sesudah tindakan resusitasi
11.5.
Hasil tindakan resusitasi
11.6.
Bila tindakan resusitasi gagal, apa
kemungkinan penyebab kegagalan
11.7. Nama
nama tenaga kesehatan yang menangani
tindakan
12.
Konseling
pada keluarga :
12.1. Bila
resusitasi berhasil dan bayi dirawat secara
rawat gabung , lakukan Konseling Pemberian ASI dini dan eksklusif dan Asuhan
Bayi Normal lain nya (Perawatan Neonatal Esensial)
12.2. Bila
bayi memerlukan perawatan atau pemantauan khusus, konseling keluarga tentang
Pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi
12.3. Bila
bayi sudah tidak memerlukan perawatan lagi di Puskesmas , nasehati ibu dan
keluarga untuk kunjungan ulang untuk
pemantauan tumbuh kembang bayi selanjutnya
12.4. Bila
resusitasi tidak berhasil atau bayi meninggal dunia, berikan dukungan emosional
kepada keluarga
13.
Pemantauan
tumbuh kembang
13.1.
Bila bayi mampu bertahan hidup setelah
dilakukan resusitasi, perlu pemantauan setelah pulang dari perawatan sebagai
berikut :
·
Lakukan kunjungan neonatal minimal
sebelum bayi berumur 7 hari.
·
Apakah pernah timbul kejang selama di
rumah.
·
Apakah pernah timbul gangguan napas:
sesak napas, retraksi, apneu.
13.2.
Apakah bayi minum ASI dengan baik ( dapat
menghisap dan menetek dengan baik)
13.3.
Apakah dijumpai tanda atau gejala
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada kunjungan berikutnya (Lihat Buku
Panduan Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang)
13.4.
Pemantauan teratur sangat diperlukan dan
bila dapat dideteksi secara dini kelainan atau komplikasi pasca resusitasi,
maka harus segera di rujuk ke Rumah Sakit Rujukan
PROSEDUR
RUJUKAN
·
Rujukan konsultatif dan perawatan medis
ke Puskesmas PONED pada kasus sisa plasenta yang memerlukan tindakan kuretase
·
Rujukan perawatan medis ke rumah sakit
kabupaten pada kasus dengan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri
setelah tindakan stabilisasi dengan kompresi bimanual maupun pemberian
uterotonika, retensio plasenta dan robekan porsio serta jalan lahir derajat
III/IV
·
Rujukan perawatan medis diikuti tenaga
kesehatan dengan perlengkapan pencegahan kegawatdaruratan medis
·
Pada setiap kasus yang dirujuk harus
dilakukan komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan dengan institusi
pelayanan kesehatan tujuan rujukan
|
Penyusun Protap
|
Ditetapkan
di:
Pada
tanggal
|
|
1. Dr
2. Dr
|
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Dr
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar