Minggu, 05 Mei 2013

protab asfiksi BBL


PROSEDUR TETAP
PENGELOLAAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR
DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH


1.      Terminologi

      Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL)

2.     Definisi
      Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL)
      Kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir

3.     Prinsip dasar
3.1.       Asfiksia merupakan penyebab kematian neonatal yang paling tinggi. Menurut SKRT 2001, 27% kematian neonatal diakibatkan oleh Asfiksia dan angka kematian sekitar 41.94% di RS pusat rujukan propinsi.
3.2.      Asfiksia perinatal dapat terjadi selama antepartum, intrapartum maupun postpartum
3.3.      Asfiksia  selain dapat menyebabkan kematian dapat mengakibatkan kecacatan

4.     Langkah promotif/preventif

Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan sebagai berikut:
4.1.       Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas,
4.2.      Meningkatkan status nutrisi ibu
4.3.      Manajemen persalinan yang baik dan benar
4.4.     Melaksanakan Pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan resusitasi yang baik dan benar yang sesuai standar.

5.     Fisiologi pernapasan bayi baru lahir
Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan. Selama di dalam rahim, janin mendapatkan Oksigen dan nutrien dari ibu melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin tidak tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan CO2 (karbon dioksida) sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar.
Setelah lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lagi sehingga dan akan segera bergantung kepada paru sebagai sumber utama  oksigen. Oleh karena itu, maka beberapa saat sesudah lahir paru harus segera terisi oksigen dan pembuluih darah paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh.


Reaksi bayi pada masa transisi normal  
Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru, sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri ulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi ke oragan organ tubuh yang penting seperti otak, jantung, ginjal dan lain lain. Bila keadaan ini berlangsung lama maka akan menyebabkan kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan kematian atau kecacatan

6.     Patofisiologi
Asfiksia adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering sekali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.

Perubahan yang terjadi pada  saat asfiksia
Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami napas cepat (rapid breathing) yang disebut dengan gasping primer. Setelah periode awal ini akan diikuti dengan  keadaan bayi tidak bernapas (apnu) yang disebut apnu primer. Pada saat ini frekuensi jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih tetap bertahan.



 
















Gambar 1. Apnu primer dan sekunder

Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka bayi akan melakukan usaha napas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian bila bayi tidak segera ditolong. Sehingga setiap  menjumpai kasus dengan apnu, harus dianggap sebagai apnu sekunder dan segera dilakukan resusitasi

7.      Penyebab asfiksia
Asfiksia pada BBL dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, faktor bayi dan faktor tali pusat atau plasenta
Faktor ibu :
Keadaan Ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan mengakibatkan Gawat Janin dan akan berlanjut sebagai Asfiksia BBL, antara lain :
·         Preeklampsia dan eklampsia
·         Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta)
·         Partus  lama atau partus macet
·         Demam sebelum dan selama persalinan
·         Infeksi berat ( malaria, sifilid, TBC, HIV)
·         Kehamilan lebih bulan ( lebih 42 minggu kehamilan )
Faktor plasenta dan talipusat
Keadaan plasenta atau talipusat  yang dapat mengakibatkan asfiksia BBL akibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui talipusat bayi
·         Infark plasenta
·         Hematom plasenta
·         Lilitan talipusat
·         Talipusat pendek
·         Simpul talipusat
·         Prolapsus talipusat
Faktor bayi
Keadaan bayi  yang dapat mengalami asfiksia walaupun  kadang kadang tanpa didahului tanda gawat janin:
·         Bayi  kurang bulan/prematur ( kurang 37 minggu kehamilan)
·         Air ketuban bercampur mekonium
·         Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi

8.      Diagnosis
Anamnesis :
·         Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dll).
·         Lahir tidak bernafas/menangis.
·         Air ketuban bercampur mekonium.

Pemeriksaan fisik :
·         Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap.
·         Denyut jantung kurang dari 100X/menit
·         Kulit sianosis, pucat.
·         Tonus otot menurun.
·         Untuk diagnosis  asfiksia tidak perlu menunggu nilai Skor Apgar



9.     Manajemen

9.1.     Resusitasi (Tahapan Resusitasi Lihat Bagan)

·         Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari 
o   Hangatkan bayi di bawah pemancar panas  atau lampu
o   Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi






o   Isap lendir dari mulut kemudian hidung
o   Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering











o   Reposisi kepala
o    
o    
o   Reposisi kepala bayi
o   Nilai bayi : usaha napas , warna kulit dan denyut jantung
·         Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positip (VTP) dengan memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40 -60 kali per menit
·         Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
·         Bila belum bernapas dan denyut jantung¸ 60 x/menit  lanjutkan VTP dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
·         Nilai bayi: usaha  napas, warna kulit dan denyut jantung
o   Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada
o   Bila denyut jantung  > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan



·         Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi
·         Selanjutnya lihat Bagan 6.1

9.2.    Terapi medikamentosa:
Epinefrin :
Indikasi:
·         Denyut jantung bayi <60 kali/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respons.
·         Asistolik.
Dosis: 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB)
Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu. 

9.3.    Cairan pengganti volume darah
Indikasi:
·         Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
·         Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan :
·         Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0.9%, Ringer Laktat)
·         Transfusi darah gol.O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan bila fasilitas tersedia
Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

9.4.   Bikarbonat :
Indikasi:
·         Asidosis metabolik secara klinis ( napas cepat dan dalam, sianosis)
Prasyarat: Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektip
Dosis: 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4.2%) atau 1 ml /kgbb (7.4%)
Cara: Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. 
Efek samping: Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

Bagan 6.1. Tahapan Resusitasi

 


·         Air ketuban tanpa Mekoneum ?
·         Bernapas atau menangis ?
·         Tonus otot baik ?
·         Warna merah muda ?
·         Cukup bulan?

 
Waktu
Ya
 

Perawatan rutin

-          Jaga hangat
-          Bersihkan jalan napas
-          Keringkan
 
                                                           



























Tidak
 


Text Box: 30 detik






·         Jaga tetap hangat
·         Posisi; bersihkan jalan napas* (bila perlu)
·         Keringkan, stimulasi, reposisi
·         Beri O2 (bila perlu)
 








Text Box: 30 detik




Text Box: 30 detik



·         Lakukan ventilasi tekanan positif*
·         Kompresi dada
 







DJ <  60
 


 
























* Pada beberapa langkah dipertimbangkan untuk intubasi endotrakheal
 
                       


Beri Epinefrin*
 
 


10.       Tindakan setelah resusitasi
Setelah melakukan resusitasi , maka harus dilakukan tindakan :
o   Pemantauan Pasca Resusitasi
o   Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
o   Membuat Catatan Tindakan Resusitasi
o   Konseling pada Keluarga

Pemantauan  pasca resusitasi
·         Sering sekali kejadian bahwa setelah dilakukan resusitasi dan berhasil, bayi dianggap sudah baik dan tidak perlu dipantau (dimonitor), pada hal bayi masih mempunyai potensi atau risiko terjadinya hal yang fatal, mis. karena kedinginan, hipoglikemia dan  kejang. Untuk itu, pasca resusitasi harus tetap dilakukan pengawasan sebagai berikut:
·         Bayi harus dipantau secara khusus:
o   Bukan dirawat secara Rawat  gabung
o   Pantau tanda vital: napas, jantung, kesadaran dan produksi urin
o   Jaga bayi agar senantiasa hangat (Lihat cara menghangatkan )
o   Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah
o   Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari
·         Berikan imunisasi Hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan Polio pada saat pulang.

Kapan harus merujuk :
·         Rujukan yang paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu risiko tinggi /komplikasi.
·         Bila Puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap,maka
o   Lakukan rujukan bila bayi tidak memberi respons  terhadap tindakan resusitasi selama 2- 3 menit
·         Bila Puskesmas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan melakukan  pemasangan ET dan pemberian obat-obatan serta  bayi tidak memberikan respons terhadap tindakan resusitasi, maka segera lakukan rujukan
·         Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, maka dilakukan tindakan yang paling optimal  di Puskesmas dan berikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga
·         Bila sampai dengan 10 menit  bayi tidak dapat dirujuk, jelaskan kepada orang tua tentang prognosis bayi yang kurang baik  dan pertimbangan manfaat rujukan untuk bayi ini kurang bila terlalu lama tidak segera dirujuk

Kapan menghentikan resusitasi .
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika:
Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit.

11.         Mencatat tindakan resusitasi
Catat hal hal di bawah ini dengan rinci
11.1.     Kondisi bayi saat lahir
11.2.    Tindakan yang diperlukan untuk memulai pernapasan ( Tahapan resusitasi  yang telah dilakukan )
11.3.    Waktu antara lahir dengan memulai pernapasan
11.4.    Pengamatan secara klinis selama dan sesudah tindakan resusitasi
11.5.    Hasil tindakan resusitasi
11.6.    Bila tindakan resusitasi gagal, apa kemungkinan penyebab kegagalan
11.7.    Nama nama tenaga kesehatan yang  menangani tindakan

12.        Konseling pada keluarga :
12.1.    Bila resusitasi berhasil dan bayi  dirawat secara rawat gabung , lakukan Konseling Pemberian ASI dini dan eksklusif dan Asuhan Bayi Normal lain nya (Perawatan Neonatal Esensial)
12.2.   Bila bayi memerlukan perawatan atau pemantauan khusus, konseling keluarga tentang Pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi
12.3.   Bila bayi sudah tidak memerlukan perawatan lagi di Puskesmas , nasehati ibu dan keluarga  untuk kunjungan ulang untuk pemantauan tumbuh kembang bayi selanjutnya
12.4.   Bila resusitasi tidak berhasil atau bayi meninggal dunia, berikan dukungan emosional kepada keluarga

13.        Pemantauan tumbuh kembang
13.1.          Bila bayi mampu bertahan hidup setelah dilakukan resusitasi, perlu pemantauan setelah pulang dari perawatan sebagai berikut :
·         Lakukan kunjungan neonatal minimal sebelum bayi berumur 7 hari.
·         Apakah pernah timbul kejang selama di rumah.
·         Apakah pernah timbul gangguan napas: sesak napas, retraksi, apneu.
13.2.         Apakah bayi minum ASI dengan baik ( dapat menghisap dan menetek dengan baik)
13.3.         Apakah dijumpai tanda atau gejala gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada kunjungan berikutnya (Lihat Buku Panduan Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang)
13.4.         Pemantauan teratur sangat diperlukan dan bila dapat dideteksi secara dini kelainan atau komplikasi pasca resusitasi, maka harus segera di rujuk ke Rumah Sakit Rujukan

PROSEDUR RUJUKAN
·         Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke Puskesmas PONED pada kasus sisa plasenta yang memerlukan tindakan kuretase
·         Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten pada kasus dengan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri setelah tindakan stabilisasi dengan kompresi bimanual maupun pemberian uterotonika, retensio plasenta dan robekan porsio serta jalan lahir derajat III/IV
·         Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan dengan perlengkapan pencegahan kegawatdaruratan medis
·         Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan komunikasi terlebih dahulu / secara bersamaan dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan rujukan


Penyusun Protap
Ditetapkan di:
Pada tanggal

1.       Dr
2.      Dr
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah




Dr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar