Minggu, 05 Mei 2013

water Birth

BAB 1
PENDAHULUAN
Pada abad 21 ini rasa sakit pada saat melahirkan memang sudah merupakan kodrat wanita. Diawali dari kekhawatiran akan rasa sakit saat melahirkan normal, pada tahun 2002 Liz Adianti –seorang ibu yang kini dicatat sebagai orang pertama di Indonesia yang melahirkan di air- mencari informasi hal apa yang dapat mengurangi rasa sakit tersebut. Akhirnya ia mendengar mengenai proses melahirkan di air atau waterbirth ini. Liz dan suami pun segera mencari tahu seperti apa prosesnya dari internet dan mendapat banyak referensi termasuk penjelasan ilmiah seorang dokter di Moskow melalui klip video mengenai melahirkan di air. Dari referensi-referensi tersebut mereka mengetahui bahwa cara ini telah cukup lama dipraktekkan di luar negeri seperti Eropa, dan terutama Rusia. Mereka mendapati bahwa lebih banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan melahirkan di air dari pada resikonya.
Mereka pun berkonsultasi mengenai ide melahirkan di air ini saat menemui dokter kandungan langganan mereka dr. T. Otamar Samsudin, SpOG (Spesialis Obstetri dan Ginekologi). Ide ini rupanya ditanggapi positif oleh sang dokter. Beliau bersedia membantu, meski karena proses partus ini termasuk sesuatu yang baru pada saat itu, maka rumah sakit di Indonesia belum ada yang berani melakukannya. Akhirnya anak pertama Ibu Liz tetap lahir dengan cara biasa, dan baru 4 tahun kemudian tepatnya 4 Oktober 2006, keinginan ibu berusia 32 tahun ini dapat terlaksana.
Saat ini melahirkan di dalam air menjadi alternatif pilihan para ibu untuk bersalin. Sebenarnya proses ini sudah dikenal sejak 30 tahun yang lalu. Sayangnya, penyebaran dan penelitian tentang keunggulan melahirkan di dalam air tidak terlalu dikembangkan. Sehingga banyak masyarakat umum yang tidak mengetahuinya. Padahal proses ini dinilai lebih memiliki keunggulan dibandingkan dengan proses melahirkan lainnya.

Proses melahirkan seperti ini dirasakan lebih mudah bagi bayi untuk keluar dengan proses yang normal dan untuk ibu pun dapat mengurangi perasaan stres saat proses persalinan. Walaupun demikian, proses melahirkan seperti ini juga harus di bawah pengawasan tenaga medis yang terampil.

berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mebuat makalah dengan judul “ Melahirkan dalam Air (Water Birth) “.
1.1 Perumusan masalah
Berdasarkan pendahuluan diatas maka rumusan masalah dari makalah ini adalah melahirkan dalam air.
1.2 Batasan masalah
Berdasarkan pengamatan, penulis hanya membahas proses melahirkan dalam air secara umum, yaitu meliputi :
a. Pengertian melahirkan dalam air
b. Manfaat bagi bayi dan ibu
c. Efek samping melahirkan dalam air
1.3 Metode perumusan
Perumusan makalah ini dilakukan dalam waktu ±2 bulan, yaitu pada bulan oktober 2010 sampai dengan bulan november 2010.
Alat yang digunakan dalam perumusan ini adalah perangkat komputer dan sumber informasi berupa buku dan media elektronik ( internet ).
1.4 Tujuan perumusan
Adapun tujuan dari perumusan makalah ini adalah :
a. Memenuhi ketentuan tugas akhir semester yang diberikan oleh guru pembimbing
b. Untuk mengetahui pengertian dari melahirkan dalam air (water birth)
c. Untuk mengetahui proses melahirkan dalam air (water birth)
d. Untuk mengetahui manfaat dan efek samping dari proses melahirkan dalam air, baik bagi ibu dan anak.












BAB II
PENGERTIAN
Waterbirth adalah proses persalinan yang dilakukan di dalam air. Sang ibu yang akan melakukan proses persalinan memasuki air kolam saat mulut rahim sudah tahap pembukaan.
Di Negara-negara seperti Rusia, Amerika Serikat, dan beberapa Negara di asia, Waterbirth telah dikenal sejak lama. Tapi di Negara Indonesia baru mengenal Waterbirth pada tahun 2006. Klinik bersalin yang menerapkan metode Waterbirth di Indonesia adalah klinik Rumah Bersalin yang beralamatkan di Jl. Wijaya Jakarta.
Menurut dr. T. Otamar, SpOG:
“Saat melahirkan di dalam air, rasa nyeri akan berkurang dibandingkan saat melahirkan di darat. Pasalnya, sirkulasi darah uterus lebih baik, sehingga sang ibu yang akan melahirkan merasa lebih rileks”.
Menurut dr. T. Otamar, SpOG, : Di rahim, bayi tidak bernafas seperti bayi yang ada di darat, karena kadar prostaglandin-nya masih tinggi sehingga otot diafragma belum berfungsi. Untuk itu, tidak jadi masalah bagi bayi yang baru lahir meluncur di dalam air, asalkan begitu lahir, langsung diambil.
Tetapi metode Waterbirth ini perlu dipertimbangkan bagi sang ibu yang kondisinya tidak memungkinkan untuk memakai metode ini, seperti bagi ibu yang memiliki kondisi preeklamasia (ada kemungkinan bayi prematur, bayi kembar, sungsang, pendarahan, infeksi herpes), karena virus herpes tidak mati di air hangat, sehingga dapat menular pada bayi yang baru lahir.
Untuk lebih memahami tentang melahirkan dalam air, penulis akan membahas lebih spesifik.
1. Sejarah Water Birth
Selama tahun 1960, peneliti Soviet Igor Charkovsky melakukan penelitian yang cukup besar ke keselamatan dan manfaat yang mungkin lahir air di Uni Soviet Pada akhir 1960-an, Perancis dokter kandungan Frederick Leboyer mengembangkan praktek membenamkan baru lahir bayi dalam air hangat untuk membantu memudahkan transisi dari rahim ke dunia luar, dan untuk mengurangi dampak dari setiap kelahiran yang mungkin trauma .
Dokter kandungan lain Perancis, Michel Odent , mengatakan bahwa dengan menggunakan air hangat untuk kelahiran kolam penghilang rasa sakit untuk ibu, dan sebagai cara untuk menormalkan proses kelahiran. Ketika beberapa wanita menolak untuk keluar dari air untuk menyelesaikan melahirkan, Odent mulai meneliti kemungkinan keuntungan bagi bayi yang lahir di bawah air, serta masalah potensial dalam kelahiran tersebut. Pada akhir 1990-an, ribuan wanita telah melahirkan di Odent's klinik bersalin di Pithiviers , dan konsep melahirkan di air telah menyebar ke banyak lainnya Barat negara.
Kelahiran Air pertama kali datang ke Amerika Serikat melalui pasangan melahirkan di rumah , tapi segera diperkenalkan ke lingkungan medis rumah sakit dan berdiri bebas pusat kelahiran oleh bidan dan dokter kandungan. In 1991, New Hampshire mulai untuk membuat sebuah protokol untuk melahirkan di air. Lebih dari tiga-perempat dari semua Kesehatan Nasional Pelayanan rumah sakit di Inggris menyediakan opsi ini untuk bekerja perempuan.
2. Pengertian Water Birth
Persalinan di air (Inggris: waterbirth) adalah proses persalinan atau proses melahirkan yang dilakukan di dalam air hangat.
Melahirkan dalam air (water birth), adalah suatu metode melahirkan secara normal melalui vagina di dalam air. Konsep mengenai metode ini ternyata telah timbul sejak lama, sejak tahun 1960-an dari pemikiran seorang peneliti Rusia, Igor Charkovsky. Metode ini terus dikembangkan dan akhirnya mulai dibuat protokol medisnya sejak tahun 1991 di Rumah Sakit Monadnock Community, New Hampshire, Amerika Serikat. Kini, rumah sakit di Amerika dan Inggris telah banyak menggunakan metode ini. Di Indonesia metode ini juga telah digunakan, walaupun masih jarang.
Secara prinsip, persalinan dengan metode water birth tidaklah jauh berbeda dengan metode persalinan normal di atas tempat tidur, hanya saja pada metode water birth persalinan dilakukan di dalam air sedangkan pada persalinan biasa dilakukan di atas tempat tidur. Perbedaan lainnya adalah pada persalinan di atas tempat tidur, calon ibu akan merasakan jauh lebih sakit jika dibandingkan dengan persalinan menggunakan metode water birth. Ada yang mengatakan persalinan dengan water birth dapat mengurangi rasa sakit hingga mencapai 40-70%.

3. Metode water birth
Ada dua metode persalinan di air, yaitu :
1) Water birth murni, yaitu metode persalinan water birth dimana ibu masuk ke kolam persalinan setelah mengalami pembukaan 6 sampai proses melahirkan terjadi.
2) Water birth emulsion, yaitu metode persalinan water birth dimana ibu hanya berada di dalam kolam hingga masa kontraksi akhir. Proses melahirkan tetap dilakukan di tempat tidur.
Selama proses persalinan dengan melalui metode water birth, diperlukan beberapa instrumentasi esensial yang harus dipersiapkan, antara lain :
1) Termometer air
2) Termometer ibu
3) Doppler anti air
4) Sarung tangan
5) Pakaian kerja (apron)
6) Jaring untuk mengangkat kotoran
7) Alas lutut kaki bantal, instrumen partus set
8) Shower air hangat
9) Portable/permanent pool
10) Handuk, selimut
11) Warmer dan peralatan resusitasi bayi
Proses melahirkan melalui metode water birth sedikit berbeda dengan metode melahirkan konvensional (di atas tempat tidur), hal ini disebabkan perbedaan wahana melahirkan. Proses persalinan melalui water birth dapat dirangkum sebagai berikut:
Selama berlangsungnya Persalinan
1. Ibu mengambil sikap yang dirasakan aman dan nyaman untuknya. Keleluasaan gerakan yang mengijinkan ibu mengambil posisi yang tepat untuk bersalin. Ibu masuk berendam ke dalam air direkomendasikan saat pembukaan serviks 4-5 cm dengan kontraksi uterus baik.
2. Observasi dan monitoring antara lain :
1) Fetal Heart Rate (FHR) dengan doppler atau fetoskop setiap 30 menit selama persalinan kala I aktif, kemudian setiap 15 menit selama persalinan kala II. Auskultasi dilakukan sebelum, selama, dan setelah kontraksi.
2) Penipisan dan Pembukaan serviks dan posisi janin. Pemeriksaan vagina (VT) dapat dilakukan di dalam air atau pasien di minta sementara keluar dari air untuk diperiksa.
3) Status Ketuban, jika terjadi ruptur ketuban, periksa FHR, dan periksa adanya prolaps tali pusat. Jika cairan ketuban mekonium, pasien harus meninggalkan kolam.
4) Tanda vital ibu diperiksa setiap jam, dengan suhu setiap 2 jam (atau jika diperlukan). Jika ibu mengalami pusing, periksa vital sign, ajarkan ibu mengatur napas selama kontraksi.
5) Hidrasi Ibu. Dehidrasi dibuktikan dengan adanya takikardi ibu dan janin dan peningkatan suhu badan ibu. Jika tanda dan gejala dehidrasi terjadi, ibu diberi cairan. Jika tidak berhasil pasang infus ringer laktat (RL).
1. Mengedan seharusnya secara fisiologis. Ibu diperkenankan mengedan spontan, risiko ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam sirkulasi maternal-fetal berkurang, dan juga akan dapat melelahkan ibu dan bayi.
2. Persalinan, bila mungkin metode ”hand off”. Ini akan meminimalkan stimulasi.
3. Lahirnya kepala bayi difasilitasi oleh adanya dorongan lembut kontraksi uterus. Sarung tangan digunakan penolong untuk melahirkan bayi. Sokong perineum, massage, dan tekan dengan lembut jika diperlukan. Ibu dapat mengontrol dorongan kepala dengan tangannya.
4. Manipulasi kepala biasanya tidak diperlukan untuk melahirkan bayi karena air memiliki kemampuan untuk mengapungkan. Walaupun demikian, pasien perlu berdiri membantu mengurangi atau memotong dan mengklem lilitan tali pusat. Meminimalkan rangsangan mengurangi risiko gangguan pernapasan.
5. Bayi seharusnya lahir lengkap di dalam air. Kemudian sesegera mungkin dibawa ke permukaan secara “gentle”. Pada saat bayi telah lahir kepala bayi berada diatas permukaan air dan badannya masih di dalam air untuk menghindari hipotermia, mencegah transfusi ibu ke bayi. Sewaktu kepala bayi telah berada di atas air, jangan merendamnya kembali.
6. Sewaktu bayi lahir, kepala bayi dikendalikan dengan gerakan yang lembut, muka ke bawah, dan muncul dari dalam air tidak lebih dari 20 detik. Janin dapat diistirahatkan di dada ibu sambil membersihkan hidung dan mulutnya, jika diperlukan. Penanganan ini sebaiknya melihat juga panjang tali pusat agar tidak sampai putus. Kemudian bayi diberi selimut, dan di monitor.
7. Idealnya, ibu dan bayi dibantu keluar dari air untuk melahirkan plasenta. Tali pusat di klem dan dipotong, dan bayi dikeringkan dengan handuk dan diselimuti dan kemudian diberikan kepada penolong lain, keluarga, atau perawat. Ibu dibantu keluar dari kolam. Plasenta dapat dilahirkan di dalam air atau di luar tergantung penolong (Kitzinger, 2000). Ibu dianjurkan menyusui sesegera mungkin setelah bayi lahir untuk membantu kontraksi uterus dan pengeluaran plasenta. Risiko secara teori yang dihubungkan dengan efek relaksasi air hangat terhadap otot-otot uterus termasuk solusio plasenta, emboli air dan peningkatan perdarahan.
10. Tindakan berikutnya adalah :
1) Manajemen aktif dan psikologi tetap diberikan sampai ibu keluar kolam.
2) Saat manajemen aktif kala III, syntometrine dapat diberikan.
3) Estimasikan perdarahan < atau > 500 ml.
4) Penjahitan perineum dapat di tunda sekurang-kurangnya 1 jam untuk menghilangkan retensi air dalam jaringan (jika perdarahan tidak berlebihan).
Para ginekolog sepakat, studi mengenai keamanan water birth, baik terhadap keselamatan ibu maupun bayi perlu dilakukan. Ini merupakan jaminan bagi ibu yang memilih metode ini merasa aman atas pilihannya. Sejauh ini, berdasarkan riset belum ada kasus buruk yang menimpa ibu yang melahirkan di dalam air. Seringkali, cerita yang beredar hanya anekdot berdasarkan pengalaman ibu atau petugas medis yang pernah mengalaminya. Justru, sejumlah penelitian menginformasikan persalinan di dalam air layak dilakukan (Danuatmaja, 2008), diantaranya adalah:
1. Sebuah penelitian di Liverpool, Inggris, membandingkan 100 ibu yang melahirkan di air dengan 100 ibu yang melahirkan di darat. Hasilnya menyebutkan, bayi yang dilahirkan di air sama sehat dan baik kondisinya dengan bayi yang lahir di darat. Tidak satupun dari 100 bayi tersebut memerlukan penanganan khusus.
2. Dua tahun kemudian, sebuah artikel di British Medical Journal menyebutkan, peluang bayi lahir bermasalah dan harus dirawat di ICU sama besarnya antara bayi yang lahir di air maupun di darat. Jadi, penyebab bayi bermasalah bukan persoalan tempatnya dilahirkan. Pada artikel yang sama disebutkan, kasus lima bayi yang meninggal dalam persalinan di dalam air disebabkan karena hal-hal sebagai berikut. Satu bayi meninggal karena ibu bersalin di rumah tanpa bantuan siapapun, satu bayi meninggal sebelum ibu masuk ke kolam persalinan. Dua bayi meninggal akibat memiliki masalah pada organ tubuh, dan bayi satunya meninggal akibat terkena infeksi di rahim ibu pada masa kehamilan.
3. Sejumlah penelitian di Southend, Inggris, dalam kurun waktu 1989-1994 menghasilkan temuan bahwa water birth aman dilakukan sepanjang ibu dibantu tenaga medis yang profesional dan menguasai teknik pertolongan water birth. Meskipun ada kasus dua bayi yang meninggal akibat tenggelam dan kemasukan air, hal ini dikarenakan bayi tersebut terlambat diangkat dari air setelah persalinan tersebut usai. Keterlambatan dilaporkan mencapai satu jam.
4. Penelitian menunjukkan, water birth cenderung mempercepat keseluruhan proses persalinan. Sebuah penelitian menyebutkan, air membuat persalinan tahap kedua atau tahap mengejan dan melahirkan lebih cepat hingga 90 menit. Waktu persalinan menjadi lebih singkat lagi pada persalinan kedua.
5. Dua studi penting lainnya menyimpulkan, penggunaan kolam air secara signifikan mengurangi penggunaan obat pereda sakit dan mengurangi penggunaan alat bantu persalinan, seperti forsep. Riset juga menyebutkan, water birth mengurangi robekan perineum. Namun ini hanya berlaku bagi ibu yang melahirkan pertama kali.
Pada persalinan dengan metode water birth, calon ibu akan dimasukan ke dalam kolam berisi air hangat pada saat memasuki bukaan ke-enam. Tujuannya agar kulit vagina menjadi tipis dan lebih elastis sehingga akan lebih mudah untuk meregang saat kepala bayi keluar melewati vagina, bahkan dikatakan jika persalinan berjalan lancar maka tidak perlu sampai harus merobek perineum (bibir vagina. Selain itu, air hangat pada kolam juga akan memberikan rasa nyaman, tenang dan rileks, pada keadaan rileks ini tubuh akan melepaskan endorphin (semacam morfin yang dibentuk oleh tubuh sendiri)untuk mengurangi rasa sakit. Air hangat juga mampu untuk menghambat impuls – impuls saraf yang menghantarkan rasa sakit, sehingga membuat persalinan tidak begitu terasa berat.

Pada persalinan dalam air ini, suami juga memiliki peran yang sangat penting di dalam kelancaran persalinan, yaitu dengan melakukan pemijatan pada punggung ibu yang bertujuan untuk memberikan rasa rileks dan nyaman kepada ibu saat persalinan dilakukan di dalam kolam. Persalinan dengan metode water birth ini berlangsung kurang lebih 1-2 jam setelah bukaan keenam dimana pada persalinan biasa membutuhkan waktu hingga 8 jam.

Kemudian setelah bayi lahir maka dokter akan mengangkat bayi ke permukaan air untuk diberikan ASI pertama kali. Kebanyakan ibu kadang merasa khawatir bayi mereka akan tersedak, tetapi sebenarnya hal tersebut tidak akan terjadi karena pada saat bayi sudah berada diluar, bayi tersebut masih bernafas melalui ari – ari dan tali pusat yang masih tersambung ke perut ibu, sehingga tidak akan menjadi masalah bagi bayi yang dilahirkan di dalam air.
4. Alat yang digunakan dalam persalinan water birth

Persalinan dengan metode water birth ini juga sudah banyak diterapkan di beberapa pusat kesehatan dan rumah sakit di Indonesia seperti di Jakarta dan Bali. Beberapa peralatan yang diperlukan dalam water birth adalah kolam plastik berukuran cukup besar (diameter 2 meter) dengan benjolan – benjolan dibagian bawahnya agar ibu tidak merosot saat persalinan berlangsung. Ketinggian air di dalam kolam juga harus diatur supaya berada di atas pusar baik saat ibu dalam posisi duduk, jongkok atau tiduran. Posisi saat melahirkan dapat dilakukan sebebas mungkin bisa sambil duduk, menghadap ke belakang atau terserah nyamannya si ibu.

Selain itu juga diperlukan water heater dan termometer untuk menjaga suhu air agar tetap dalam suhu 37ÂșC. Hal ini bertujuan agar bayi tidak merasakan perbedaan suhu yang ekstrem antara di dalam perut dengan di luar dan agar bayi tidak mengalami hipotermia. Suhu air yang hangat juga menjadi sebab mengapa bayi sesaat setelah dilahirkan di dalam air tidak akan menangis, karena bayi masih merasa berada di dalam kandungan akibat suhu air yang tetap hangat. Air yang digunakan juga air suling yang steril dan tidak mengandung kuman sehingga tidak akan menimbulkan infeksi apabila tertelan.

5. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persalinan water birth
Melahirkan di air juga ada batasan dan beberapa pertimbangan medisnya. Berikut adalah beberapa kriteria calon ibu yang tidak diperkenankan untuk melakukan water birth :
1. Calon ibu yang memiliki panggul sempit,
2. Bayi lahir sungsang atau melintang
3. Ibu yang sedang dalam perawatan medis
4. Ibu yang mempunyai penyakit herpes, sebab virus herpes tidak mati dalam air dan dapat menular kepada bayi yang dilahirkan.
Persiapan persalinan dalam air :
1. Ada kemauan dan keyakinan untuk melahirkan di dalam air
2. Mengikuti senam hamil saat kehamilan, agar proses persalinan berjalan lancar
3. Pastikan kolam yang akan dipakai dalam persalinan adalah kolam yang memenuhi standart untuk water birth, dan yakinkan kebersihan serta sterilitas kolam.
4. Menyiapkan data lengkap, seperti pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu prasyarat mutlak dalam pelaksanaan persalinan di dalam air.
Bagi para calon ibu, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter kandungan selama masa kehamilan untuk dapat mengetahui metode persalinan apa yang paling sesuai dengan kondisinya.

6.Tahap persalinan water birth

Proses persalinan di air memiliki tahapan yang sama seperti melahirkan normal. Hanya saja dengan ibu berendam dalam air hangat, membuat sirkulasi pembuluh darah jadi lebih baik. Akibatnya akan berpengaruh pula pada kontraksi rahim yang jadi lebih efektif dan lebih baik. Sehingga waktu tempuh dalam proses persalinan ini lebih singkat daripada proses melahirkan normal biasa.
Berikut tahapannya:
• Ibu masuk ke dalam air ketika akan melahirkan, ibu mengalami fase pembukaan laten dan aktif. Saat fase aktif pembukaan sudah mencapai 5cm, ibu baru bisa masuk ke kolam air. Pada fase ini biasanya dibutuhkan waktu sebentar saja, sekitar 1-2 jam untuk menunggu kelahiran sang bayi.
• Sikap rileks, biasanya begitu ibu masuk ke dalam kolam air akan terasa nyaman dan hilang rasa sakitnya. Ibu dapat duduk dengan relaks dan bisa lebih fokus melahirkan. Dapat juga posisi lain seperti menungging.
• Mengedan seiring kontraksi. Di dalam air, mengedan akan lebih ringan, tidak menggunakan tenaga kuat yang biasanya membuat terasa lebih sakit. Air akan memblok rangsang-rangsang rasa sakit. Jadi, rasa sakit yang ada tidak diteruskan, melainkan akan hilang dengan sendirinya. Ditambah lagi kemampuan daya apung dari air yang akan meringankan saat mengedan. Mengedan mengikuti irama datangnya kontraksi. Bayi yang keluar juga tak perlu bantuan manipulasi tangan atau lainnya, kecuali terlihat agak seret keluarnya. Kontraksi yang baik akan mempercepat pembukaan rahim dan mempercepat proses persalinan. Apalagi dengan ibu berendam dalam air, dinding vagina akan lebih rileks, lebih elastis, sehingga lebih mudah dan cepat membukanya. Hal ini pula yang menyebabkan tak perlunya jahitan setelah melahirkan, kecuali bila memang ada robekan.
• Pengangkatan bayi. Setelah keluar kaki bayi dan tubuh seluruhnya, barulah bayi diangkat. Darah yang keluar tidak berceceran ke mana-mana, melainkan mengendap di dasar kolam, demikian pula dengan ari-ari bayi.Kontraksi rahim yang baik menyebabkan perdarahan yang terjadi pun sedikit.
• Ketika bayi keluar dalam air, mungkin orang khawatir bayi akan tersedak, namun, sebetulnya bila diingat prinsipnya, bayi hidup sembilan bulan dalam air ketuban ibu. Jadi, begitu dia lahir keluar ke dalam kolam, sebetulnya dia lahir ke lingkungan dengan kondisi yang hampir mirip dalam kandungan, yaitu ke dalam air dengan suhu yang sama seperti halnya ketika dalam rahim. Ketika bayi keluar dalam air, saat itu bayi belum ada rangsang untuk bernapas. Setelah diangkat ke permukaan barulah terjadi perubahan, timbul rangsangan untuk bernapas dan biarkan ia menangis. Setelah stabil kondisi pernapasannya, barulah digunting tali pusarnya. Mengingat melahirkan di air membuat sirkulasi oksigen ke bayi lebih baik, maka ketika bayi lahir tampak kulit yang lebih kemerahan.
• Artinya, oksigenisasi ke bayi lebih baik dan membuat paru-parunya pun jadi lebih baik. Bayi juga tampak bersih tak banyak lemak di tubuhnya. Kemudian bayi dibersihkan dengan disedot sedikit dan dibersihkan tali pusarnya.


BAB 3
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN WATER BIRTH
1. Manfaat persalinan secara Water BIrth
Untuk bayi

Melahirkan dapat menjadi pengalaman yang berat untuk bayi. Benar air hangat membantu memudahkan transisi dari jalan lahir ke dunia luar karena cairan hangat menyerupai akrab lingkungan intrauterin , dan melembutkan cahaya, warna dan suara.
Sebetulnya, manfaat paling baik dari metode melahirkan dalam air ini adalah bagi bayi. Air yang digunakan adalah air hangat dengan suhu 37oC yang suhunya mirip dengan suhu dalam rahim ibu. Sehingga begitu keluar dari rahim ibu, bayi merasakan keamanan dan kenyamanan seperti dalam rahim ibu, sehingga ia bisa lebih beradaptasi. Setelah dikeluarkan dari dalam air, barulah bayi tersebut menangis. Bayi juga menjadi lebih bersih dari kotoran dan darah.
Untuk ibu
Manajemen Sakit


Ibu membuai bayi segera setelah lahir.
Harper melaporkan bahwa melahirkan di dalam air adalah bentuk efektif manajemen nyeri selama persalinan dan persalinan (Harper 2000). kelahiran Air adalah bentuk hidroterapi yang, dalam studi, telah terbukti efektif bentuk manajemen rasa sakit untuk berbagai kondisi terutama nyeri punggung bawah (keluhan umum perempuan dalam tenaga kerja) . Dalam sebuah penilaian dari 17 percobaan acak, dua studi terkontrol, 12 studi kohort, dan dua laporan kasus, disimpulkan bahwa ada manfaat "pasti dari hidroterapi kesakitan, fungsi, efikasi diri dan mempengaruhi, mobilitas sendi, kekuatan, dan keseimbangan, khususnya di kalangan orang dewasa, subyek dengan kondisi rematik dan nyeri punggung kronis rendah, Pilihan lain untuk mengontrol nyeri selama persalinan dan melahirkan adalah anestesi epidural dan opioid intravena. Anestesi epidural mungkin terkait dengan insiden yang lebih tinggi pengiriman instrumental dengan pinset.Namun, anestesi epidural tidak meningkatkan kejadian operasi caesar dan telah terbukti menjadi alternatif yang aman untuk analgesia tenaga kerja. perendaman lengkap dalam air mempromosikan respon fisiologis pada ibu yang mengurangi rasa sakit, termasuk redistribusi volume darah, yang merangsang pelepasan oksitosin dan vasopressin (Katz 1990), yang terakhir yang juga meningkatkan kadar oxytocin (Odent 1998). Cochrane Database of Systematic Reviews telah menemukan bahwa "pengurangan yang signifikan secara statistik dalam persepsi ibu sakit dan di tingkat analgesia epidural menunjukkan bahwa perendaman air selama tahap pertama dari kerja yang bermanfaat bagi beberapa wanita. Tidak ada bukti ditemukan bahwa manfaat ini dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk untuk bayi atau tenaga kerja lagi. Ini juga telah menemukan bahwa di waterbirths daya apung ibu dan bayi memungkinkan untuk tarik gravitasi. Hal ini menarik tidak hanya membuka ibu panggul tetapi juga memungkinkan bayi untuk turun lebih mudah.

Perineum Utuh / menurun episiotomi
Air kelahiran dipercaya untuk membantu peregangan perineum dan mengurangi risiko air mata kulit. Dukungan dari air memperlambat penobatan kepala bayi dan menawarkan dukungan perineum , yang mengurangi risiko robek dan mengurangi penggunaan episiotomi , prosedur bedah yang dapat menyebabkan sejumlah komplikasi. Memang, ada angka nol episiotomi dalam literatur waterbirth (Harper 2000). Selain itu, "trauma perineum dilaporkan umumnya kurang parah, dengan perineums utuh lebih untuk multips, tetapi dalam beberapa literatur tentang frekuensi yang sama air mata untuk primips dalam atau keluar dari air," (Harper 2000; juga melihat Burn 1993 dan Garland 1997).
Jadi, secara umum manfaat persalinan dalam air bagi ibu dan bayi adalah sebagai berikut :
Bagi ibu
• Ibu akan merasa lebih relaks karena semua otot yang berkaitan dengan proses persalinan menjadi elastis.
• Metode ini juga akan mempermudah proses mengejan. Sehingga rasa nyeri selama persalinan tidak terlalu dirasakan.
• Di dalam air proses pembukaan jalan lahir akan berjalan lebih cepat
Bagi bayi
• Menurunkan risiko cedera kepala bayi.
• Meskipun belum dilakukan penelitian mendalam, namun pakar kesehatan meyakini bahwa lahir dengan metode ini memungkinkan IQ bayi menjadi lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan metode lain.
• Peredaran darah bayi akan lebih baik, sehingga tubuh bayi akan cepat memerah setelah dilahirkan.
Hal-hal yang harus dihindari dalam proses persalinan:
- Adanya kontra indikasi seperti pada kehamilan normal, yaitu seperti bayi lahir sungsang
- Adanya penyakit menular seksual seperti herpes karena virus herpes tidak dapat mati dalam air hangat
- Adanya perkiraan perdarahan berlebih, preeklampsia, atau infeksi kehamilan
- Kehamilan kembar
- Adanya perkiraan bayi lahir prematur
- Adanya mekonium (feses bayi) yang berlebih.
2. kelemahan persalinan secara Water Birth
Sebuah penelitian mengungkap kekhawatiran bahwa medium air akan membuat tali pusat menjadi kusut atau terkompresi, sehingga bayi kemungkinan akanterengah-engah dan menghisap air ke dalam paru-paru mereka.
Studi tahun 2002 yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Pediatrics juga menyimpulkan bahwa persalinan dalam air meningkatkan risiko bayi tenggelam.
Situs Live Science menambahkan bahwa kelahiran dalam air tidak direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists sebagai pilihan proses melahirkan yang layak. Persalinan dalam air dikhawatirkan memicu risiko pneumonia atau infeksi pada otak, dan serangan kekuarangan oksigen.
3. Risiko dan keprihatinan
Sebuah studi skala besar waterbirth di Inggris (1994-1996) menunjukkan penurunan angka kematian perinatal (1,2 per 1.000 untuk waterbirth vs 4 per 1000 untuk kelahiran konvensional pada periode yang sama) (Harper 2000; Gilbert 1999; London: Kantor Statistik Nasional 2005). Sedangkan dari 150.000 waterbirths tercatat di seluruh dunia antara 1985 dan 1999 masalah dibandingkan dengan non-air kelahiran tidak muncul, "tidak ada laporan yang valid kematian bayi karena air aspirasi atau inhalasi " , meskipun setidaknya ada 4 kasus yang dilaporkan dekat-tenggelam dalam literatur medis.
Sebuah tinjauan literatur tentang melahirkan di dalam air menunjukkan bahwa setiap kontroversi dalam komunitas medis berasal dari OBGYN dan penyedia perawatan kelahiran pra-yang umumnya mendukung melahirkan di air, di satu sisi, dan pediatrik spesialis yang mengkritik melahirkan di air, di sisi lain (lihat Schuman 2006). Meskipun hal ini tidak berarti membagi universal, tampaknya berkorelasi dengan " tidak merusak kredo ". The American Academy of Pediatrics 2005 pernyataan pada kelahiran air menjelaskan bahwa karena sampai saat ini belum ada penelitian secara acak terkontrol cukup untuk menunjukkan manfaat apapun pada bayi baru lahir (hanya kekhawatiran atas kemungkinan komplikasi), ketika orang tua diberitahu tentang kelahiran air, risiko (daripada manfaat ) harus ditekankan (Schuman 2006). Di sisi lain, penelitian telah menunjukkan bahwa bekerja di air memang menawarkan manfaat yang signifikan kepada ibu (seperti dikutip di atas). sedangkan pada 2006, American College of Obstetricians Gynecologists dan tidak mengambil posisi resmi pada kelahiran air (Schuman 2006), Royal College of Obstetricians dan Gynaecologists dan Royal College of Bidan secara eksplisit mendukung, "perendaman dalam air selama persalinan dan kelahiran,. Studi yang sangat penting lahir air umumnya objek atau mengutip bukti dari "tidak dikelola dengan baik" atau un-dimonitor air lahir oleh penyedia layanan yang belum berpengalaman.
Infeksi
kekhawatiran lain adalah bahwa air dapat meningkatkan risiko infeksi. Dalam sebuah uji coba terkontrol secara acak dari efek kerja air di Kanada , tidak ada perbedaan tercatat pada tingkat rendah ibu dan bayi baru lahir tanda-tanda infeksi pada wanita dengan ruptur membran . Karena ketat protokol untuk membersihkan bak persalinan antara buruh (terutama di rumah sakit), ada sedikit (jika ada) risiko memindahkan bakteri dari bayi ke ibu atau ibu ke bayi. Dalam sebuah penelitian 1999 dari kultur bakteri dilakukan di Oregon Health Sciences University Hospital, tidak ada kasus bakteri kultur dari kolam kelahiran sendiri. Sedangkan Pseudomonas bakteri (umum di air keran) yang hadir, bahkan mereka bayi yang positif bakteri tidak membutuhkan pengobatan untuk infeksi .Dalam sebuah studi tahun 2004, dari air kolam persalinan setelah lahir setelah lebih ketat membersihkan prosedur dan filtrasi (yang telah diletakkan di tempat sebagai hasil studi menemukan kontaminasi antara kelahiran) yang dilembagakan, tinggi konsentrasi E. dan koliform kontaminasi ditemukan, bersama dengan Staph dan P. aeruginosa
tenaga kerja Diperlambat
Karena efek relaksasi didokumentasikan dari , bekerja dalam air kadang-kadang dikaitkan dengan penurunan intensitas kontraksi , dan dengan demikian dianggap memperlambat persalinan. Sementara ahli melahirkan di rumah (misalnya Harper, RN) berpendapat bahwa ini harus dievaluasi per kasus per kasus, beberapa rumah sakit telah mengadopsi "5 centimeter" rule, mengizinkan wanita untuk masuk bak mandi hanya sekali dalam leher rahim telah diperluas ke 5 cm (Harper 2000).
kehilangan darah Ibu
Bagi penyedia layanan yang tidak berpengalaman dalam pengiriman dalam air, mungkin sulit untuk menilai jumlah kehilangan darah ibu. Sementara-mengembangkan metode serta menentukan kehilangan darah ibu dalam air memang ada, [8] penyedia banyak yang memilih untuk memberikan plasenta "di tanah" untuk alasan ini (misalnya rumah sakit Michigan University).
Di sisi lain, beberapa dokter dan bidan melihat bahwa waterbirths sebenarnya telah dikenal untuk mengurangi jumlah kehilangan darah. Air di sekitar ibu benar-benar menurunkan tekanan darah ibu dan detak jantung. Ibu masih kehilangan sejumlah besar darah melalui berlalunya plasenta .


Secara garis besar prasyarat proses persalinan adalah sebagai berikut :
• Kemungkinan air kolam tertelan oleh bayi sangat besar. Kondisi ini menyebabkan proses membutuhkan bantuan dokter kebidanan dan kandungan, juga spesialis anak yang akan melakukan pengecekan langsung saat bayi lahir. Sehingga jika ada gangguan bisa langsung terdeteksi dan diatasi.
• Hipotermia atau suhu tubuh terlalu rendah akan dialami ibu jika proses melahirkan berlangsung lebih lama dari perperkiraan.
• Bayi berisiko mengalami temperature shock jika suhu air tidak sama dengan suhu si ibu saat melahirkan yaitu 37 derajat celcius.
• Tidak dapat dilakukan oleh ibu yang memiliki panggul kecil , sehingga harus melahirkan dengan bedah caesar.
• Bila bayi beresiko sungsang lebih baik hindari melakukan persalinan di air.
• Bila si ibu memiliki penyakit herpes, bisa beresiko menularkan penyakit tersebut melalui mata, selaput lendir dan tenggorokan bayi, karena kuman herpes dapat bertahan diair.
• Kolam plastik yang digunakan harus benar benar steril agar tidak rentan terinfeksi kuman dan virus lainnya.
Adapun risiko persalinan secara water birth adalah :
1. Risiko Maternal
1) Infeksi.
Menurut European Journal of Obstetrics and Reproductive Biology 2007, water birth merupakan ‘a valuable alternative’ persalinan normal. Penelitian yang dipimpin oleh Rosanna Zanetti-Daellenbach menemukan tidak ada perbedaan angka kejadian infeksi maternal maupun neonatal atau parameter laboratorium termasuk luaran fetus dalam hal APGAR Score, pH darah, dan keperluan perawatan intensif.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa water birth menyebabkan risiko infeksi oleh karena berendam dalam air yang tidak steril dan ibu dapat mengeluarkan kotoran saat mengedan dalam kolam air. Namun penelitian menunjukkan bahwa traktus intestinal bayi mendapatkan keuntungan dari paparan ini. Kelahiran tersebut dan diri kita sendiri tidak steril. Sekresi vagina, blood slim, cairan amnion, dan feces ibu ketika bayi masuk ke dalam rongga panggul, keseluruhannya tidak steril. Jika ibu dalam keadaan persalinan kala aktif, air tidak akan masuk ke jalan lahir sewaktu ibu ada dalam kolam. Air dapat masuk ke vagina, namun tidak dapat masuk ke vagina bagian dalam, ke serviks maupun uterus. Penyakit infeksi tertentu, akan mati segera ketika kontak dengan air .
Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi adalah menggunakan pompa pengatur agar air tetap bersirkulasi dengan filter/penyaring air sehingga jika air terminum tidak berisiko infeksi. Kolam yang sudah disterilkan kemudian akan diisi air yang suhunya sekitar 32-370C disesuaikan dengan suhu tubuh.
2). Perdarahan Postpartum
Risiko perdarahan pada ibu dan bayi juga harus dipertimbangkan. Walaupun comparative study di Swiss menunjukkan suatu hal yang positif, namun penelitian lain di Inggris tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara metode water birth dengan metode persalinan lainnya . Penyedia layanan water birth yang tidak berpengalaman akan sukar menilai jumlah perdarahan post partum, sementara metode penanganannya telah berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan sejumlah penyedia layanan lebih memilih melahirkan plasenta di luar kolam seperti di The University of Michigan Hospital.
3). Trauma Perineum
Penggunaan episiotomi pada water birth 8,3% tidak menunjukkan laserasi perineum derajat tingkat III dan IV dan 25,7%, pada land birth menunjukkan kejadian laserasi perineum derajat tingkat III dan IV dengan angka penggunaan episiotomi lebih tinggi ,A Cochrane review oleh Cluett et al., membuktikan bahwa ada risiko terjadi trauma perineum pada persalinan dengan water birth, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada luaran klinik dalam hal trauma perineum.
Pada penelitian tahun 1991-1997 Obstetrics and Gynecology of Cantonal Hospital of Frauenfeld, Switzerland membandingkan 3 grup persalinan pervaginam : water birth, Maia-birthing stool, dan bedbirth mendapatkan angka kejadian episiotomi 12,8% pada water birth 27,7% pada Maia-birthing stool, dan 35,4% pada bedbirth. Ini secara statistik sangat bermakna. Disamping angka episiotomi bedbirth terjadi paling tinggi juga menunjukkan derajat laserasi perineum III dan IV(4,1%) .
2. Risiko Neonatal
Terdapat risiko penting secara klinik pada bayi, termasuk masalah pernapasan, ruptur tali pusat disertai perdarahan, dan penularan infeksi melalui air. Laporan dari sejumlah kasus menghubungkan water birth dengan respiratory distress, hiponatremia, infeksi, hypoxic ischemic encephalopathy, ruptur tali pusat, kejang, takikardia, demam (dihubungkan dengan temperatur air), serta near drowning pada bayi atau fetus.
1). Terputusnya Tali Pusat
Mekanisme terputusnya tali pusat ini terjadi ketika bayi lahir sesegera mungkin dibawa ke permukaan air tidak secara “gentle”, jika tali pusat pendek akan dapat mengakibatkan tegangan yang berlebihan pada tali pusat .
2).Takikardi.
3). Infeksi
Risiko infeksi jarang terjadi pada water birth. Infeksi saluran pernapasan pada bayi yang dilahirkan secara water birth jarang terjadi, namun risiko ini tetap harus diperhitungkan. Sejumlah kasus yang mungkin membahayakan bayi antara lain infeksi herpes, perdarahan luas, dan berbagai infeksi lainnya. Metode water birth tidak direkomendasikan pada bayi preterm. Berdasarkan laporan kasus yang dipublikasikan, infeksi P. aeruginosa didapatkan pada swab telinga dan umbilikus bayi yang lahir dengan water birth).
Pada suatu Randomized Controlled Trial dari akibat water birth di Kanada, tidak menemukan perbedaan pada ibu risiko rendah dan adanya tanda infeksi pada ibu dengan ruptur membran ketuban. Penelitian tahun 1999 tentang kultur bakteri di Oregon Health Sciences University Hospital, tidak menemukan secara langsung bakteri pada kultur kolam persalinan, sementara bakteri Pseudomonas yang umumnya ada pada kran air ditemukan, namun janin yang terinfeksi bakteri tersebut tidak memerlukan terapi antiinfeksi. Ini mengkonfirmasi terhadap apa yang ditemukan pada penelitian di Inggris lebih dari 3 tahun.
Sebaiknya ada protokol ketat untuk menjaga kebersihan kolam antara persalinan satu dengan yang lain (terutama di rumah sakit), karena ada sedikit risiko perpindahan bakteri dari bayi ke bayi atau ibu ke ibu. Selain itu biasanya pada keran air terdapat bakteri Pseudomonas. Pediatri menganjurkan untuk mempertimbangkan adanya gejala infeksi Pseudomonas pada bayi dengan persalinan water birth
4). Hipoksia
Tali pusat secara terus menerus akan menyediakan darah beroksigen, sambil bayi merespon stimulasi baru yaitu pertama kali mengisi paru-parunya dengan udara. Penundaan pengkleman dan pemotongan tali pusat sangat bermanfaat dalam proses transisi bayi untuk hidup di luar uterus. Ini akan memaksimalkan fungsi perfusi jaringan paru .
5). Aspirasi Air dan Tenggelam
Terdapat berbagai kritikan tentang water birth, dimana adanya risiko tenggelam jika bayi menghirup air atau bernapas dalam air. Secara teoritis risiko terjadinya aspirasi air pada water birth sekitar 95%. Risiko masuknya air ke dalam paru-paru bayi dapat dihindari dengan mengangkat bayi yang lahir sesegera mungkin ke permukaan air. Pemanjangan fase berendam mengakibatkan kekurangan oksigen, emboli air, dan perdarahan. Air hangat mencegah pembekuan darah setelah persalinan, dan juga risiko infeksi. Menurut British Medical Journal (BMJ) bulan juni 2005, bayi-bayi dengan sendirinya tidak akan bernapas sampai terpapar udara, kecuali mengalami asfiksia yang diakibatkan penekanan tali pusat.
4.Idikasi dan Kontraindikasi pelaksanaan waterbirth
Beberapa indikasi dan kontraindikasi pelaksanaan metode water birth ini. Beberapa indikasinya adalah sebagai berikut :
1) Merupakan pilihan ibu
2) Kehamilan normal ≥ 37 minggu
3) Fetus tunggal presentasi kepala
4) Tidak menggunakan obat-obat penenang
5) Ketuban pecah spontan < 24 jam
6) Kriteria non klinik seperti staf atau peralatan
7) Tidak ada komplikasi kehamilan (preeklampsia, gula darah tak terkontrol, dll)
8) Tidak ada perdarahan
9) Denyut jantung normal
10) Cairan amnion jernih
11) Persalinan spontan atau setelah menggunakan misoprostol atau pitocin
Sedangkan beberapa kontraindikasinya adalah sebagai berikut:
1) Infeksi yang dapat ditularkan- melalui kulit dan darah
2) Infeksi dan demam pada ibu
3) Herpes- genitalis
4) HIV, Hepatitis
5) Denyut jantung abnormal
6) Perdarahan- pervaginam berlebihan
7) Makrosomia
8) Mekonium
9) Kondisi yang- memerlukan monitoring terus menerus.

5. Perkembangan Sistem Pernapasan Neonatus
a. Perkembangan Pasca Lahir
Perkembangan paru pasca lahir dapat dibagi menjadi dua fase, tergantung pada kecepatan perkembangan relatif barbagai komponen paru. Selama fase pertama, yang meluas sampai umur 18 bulan sesudah lahir, ada kenaikan yang tidak seimbang pada permukaan dan volume ruang yang terlibat dalam pertukaran gas. Volume kapiler meningkat lebih cepat daripada volume ruangan udara, dan ini, selanjutnya, bertambah lebih cepat daripada volume jaringan padat. Perubahan-perubahan ini disempurnakan terutama melalui proses penyekatan alveolus. Proses ini terutama akti selama awal masa neonatus dan berbeda dengan sebelumnya, dapat mencapai sempurna pada umur 2 tahun pertama bukan umur 8 tahun pertama. Konfigurasi ruangan udara secara progresif menjadi lebih kompleks, tidak hanya karena perkembangan sekat-sekat yang baru tetapi juga karena pemanjangan dan pelipatan struktur alveolus yang ada. Segera sesudah lahir, sistem kapiler ganda yang terdapat di dalam sekat alveolar janin berfusi menjadi satu sistem tunggal yang lebih tebal. Pada saat yang sama, cabang-cabang arteri dan vena baru berkembang dalam sistem sirkulasi asinus dan otot mulai muncul pada lapisan media arteri intra-asinar.
Selama fase kedua, semua ruangan tumbuh lebih proporsional satu sama lain. Walaupun ada sedikit pertanyaan apakah alveolus masih dapat dibentuk, sebagian besar pertumbuhan terjadi melalui penambahan volume alveolus yang telah ada. Permukaan alveolus dan kapiler meluas sejajar dengan pertumbuhan badan .
b. Pernapasan Pertama
Selama persalinan melalui vagina, kompresi intermitten toraks mempermudah pengeluaran cairan dari paru-paru. Surfaktan dalam cairan memperbesar pengisian udara (aerasi) pada paru yang bebas-gas dengan mengurangi tegangan permukaan, sehingga dapat menurunkan tekanan yang diperlukan untuk membuka alveolus. Meskipun demikian, tekanan yang diperlukan untuk mengembangkan paru yang tidak mengandung udara lebih tinggi daripada tekanan yang diperlukan pada setiap masa kehidupan yang lain; tekanan ini berkisar dari 10-50 cm H2O selama interval 0,5 sampai 1,0 detik dibanding dengan sekitar 4 cm untuk pernapasan normal bayi cukup bulan dan orang dewasa. Kebanyakan neonatus memerlukan kisaran tekanan pembukaan yang lebih rendah. Tekanan yang lebih tinggi diperlukan untuk memulai pernapasan dalam mengatasi gaya perlawanan tegangan permukaan (terutama pada jalan napas kecil) serta viskositas cairan yang tetap berada dalam jalan napas, guna memasukkan 50 mL udara ke dalam paru, dimana 20-30 mL dari volume tersbut menetap sesudah pernapasan pertama dan menjadi FRC. Sebagian besar cairan di dalam paru diambil oleh sirkulasi paru, yang bertambah beberapa kali lipat pada saat lahir karena semua curah ventrikel kanan menyebar ke bantalan vaskular paru. Sisa cairan dikeluarkan melalui saluran limfe paru, dihembuskan oleh neonatus, ditelan, atau diaspirasi dari orofaring; pengeluaran cairan paru ini dapat terganggu pada keadaan pasca-seksio sesaria, cedera sel endotel, atau sedasi neonatus.
Ada banyak rangsangan untuk menimbulkan pernapasan pertama, dan kepentingan relatifnya belum pasti. Rangsangan ini meliputi penurunan PO2 dan pH, serta peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta, redistribusi curah jantung sesudah talipusat diklem, penurunan suhu tubuh, dan brbagai rangsangan taktil.
c. Pola Pernapasan pada Neonatus
Selama tidur pada usia bulan pertama, normal normal cukup bulan mungkin kadang-kadang mengalami episode, yaitu pernapasan teratur terganggu dengan jeda-jeda (perhentian-perhentian)pendek. Pola pernapasan periodik ini, bergeser dari irama teratur ke episode apnea intermitten siklik yang singkat, lebih lazim terjadi pada bayi prematur, yang dapat mengalami jeda selama 5-10 detik diikuti dengan ledakan pernapasan cepat dengan frekuensi 50-60/menit selama 10-15 detik. Jarang disertai perubahan warna atau perubahan frekuansi jantung, dan sering berakhir tanpa alasan yang jelas. Pernapasan periodik intermitten biasanya menetap sampai bayi prematur berumur 36 minggu usia kehamilan. Jika bayi hipoksik, penambahan kadar oksigen yang diinspirasi akan sering menambah pernapasan periodik menjadi pernapasan teratur. Transfusi sel darah merah atau rangsangan fisik eksterna juga dapat mengurangi jumlah episode apnea. Pernapasan periodik tidak memberikan arti prognostik, hal ini merupakan suatu karakteristik normal pada pernapasan neonatus (Nelson, 2000).
d. Respon Neonatus terhadap Ketersediaan O2
Neonatus berespon terhadap berbagai stimulus dengan cara yang berbeda dari orang dewasa. Dalam responnya terhadap kadar O2 yang rendah, neonatus tidak terus menerus menaikkan ventilasi, dan seringkali ventilasi menurun sampai di bawah kadar garis dasar. Kadar CO2 tidak naik pada saat ventilasi menurun, memberi kesan bahwa ventilasi menyesuaikan kebutuhan metabolik. Respon neonatus terhadap O2 rendah ini dapat dianggap sebagai respon pertengahan antara respon janin menghentikan semua upaya pernapasan dalam responnya terhadap kekosongan O2, dan orang dewasa berhiperventilasi selama stimulus ada. Mekanisme untuk tidak adanya kenaikan yang bertahan pada ventilasi selama hipoksia pada neonatus tidak dimengerti dengan baik. Di samping perbedaan dalam kecepatan metabolik selama hipoksia pada neonatus dan dewasa, perubahan dalam sifat-sifat mekanik paru dan jalan napas, maturasi kemoreseptor karotis, dan perubahan dalam sifat-sifat seluler dan membran neuron sentral semuanya telah diusulkan sebagai kemungkinan mekanisme individu atau kombinasi. Hal yang penting secara klinis adalah, bahwa jaringan neonatus tahan terhadap kekosongan O2 dan tidak mudah terkena jejas seperti jaringan orang dewasa. Hal ini terutama berlaku pada jantung dan otak serta ginjal, organ yang diketahui sensitif terhadap hipoksia dan iskemia pada binatang atau manusia matur .












BAB 4
PENUTUP
Aplikasi Persalinan dalam Air
Ibu Liz adalah orang pertama di indonesia yang melahirkan anak ke duanya di air. Proses melahirkannya cukup sederhana, dilakukan di dalam sebuah bak berdiameter 2 m, berisi air hangat bersuhu 36-37 *C atau kurang lebih sama dengan suhu di dalam rahim. Kolam tersebut sepertinya hanyalah kolam sederhana terbuat dari plastik seperti kolam renang anak-anak yang empuk dan nyaman. Pada pembukaan ke lima atau ke enam, si ibu masuk ke dalam kolam. Proses dari masuk ke kolam sampai dengan melahirkan memakan waktu kira-kira 1,5 – 2 jam.
Saat itu Ibu Liz tetap merasa mulas dan mengejan seperti layaknya proses melahirkan biasa, namun karena airnya hangat rasa mulas terobati dan saat melahirkan tidak terlalu sakit. Setelah itu, si ibu kembali ke tempat tidur dan diperiksa kalau-kalau ada kerobekan. Proses ini juga melibatkan dokter anak yang memeriksa kondisi si bayi begitu dilahirkan.
Kekhawatiran para calon ibu akan keamanan si bayi saat dilahirkan rasanya tidak perlu mengingat teori di balik melahirkan di air adalah bayi berada di dalam cairan amniotik yang nyaman di rahim selama 9 bulan dan melahirkan dalam lingkungan yang kurang lebih sama dengan di rahim membuat bayi nyaman seolah-olah masih di habitatnya, dan barulah ia menangis saat dikeluarkan dari kolam hangat tersebut.
Dr. Otamar menambahkan, “Pada prinsipnya melahirkan di air sama saja dengan melahirkan normal, yang membedakan hanya medianya.” Malah proses melahirkan di air lebih cepat dibanding melahirkan normal, hanya memakan waktu kurang lebih 1,5 sampai 2 jam. Manfaat lainnya, suhu air yang hangat membuat sirkulasi pembuluh darah lebih baik sehingga kontraksi lebih mudah dan mulut rahim menjadi lembek dan mudah dibuka. Bahkan untuk beberapa kasus, mulut rahim tidak perlu dijahit lagi karena tidak robek.




DAFTAR PUSTAKA
Alfirevic, Z., et al.2006. Immersion in water during labour and birth (Royal college of obstetricians and gynaecologists/Royal college of midwives joint statement no.1). Available at: http://www.rcm.org.uk/info/docs/RCOG_RCM_Birth_in_Water_ Final_Copy_1.pdf.
Cook, E. 2006. Alternative birthing methods. Available at: http://www.americanpregnancy.org.
Garland, D., Choo, YP, Coe, M. 2004. In the use of water in labour and birth-The royal college of midwives. Available at:http://www.rcm.org.uk/info /docs/RCOG_ RCM_ Birth in water _Final_Copy. pdf .
Guidelines for water birth at OHSU.2001. Oregon health and sciences university water birth guidelines. Available at: http://www.data.memberclicks. com/site/wi /OHSU_2001-guidelines.PDF.
Harper, B. 2000. In what prevents baby from breathing under water? In waterbirth basics from newborn breathing to hospital protocols. available: http://www. thiswomanswork.net/images/what_prevent_bay_from_breathing_under_water.pdf.
Harper, B. 2003.In taking the plunge: reevaluating waterbirth temperature guidelines MIDIRS. Available at: http://data.memberclicks.com/site/wi/MidirsarticleBH.pdf.
Kassim Z, Sellars M, Greenough A.2005. In underwater birth and neonatal respiratory distress (Departement of child health, guy’s, king’s and st thomas’ school of medical, king’s college hospital). London SES9RS, Departement of radiology, King’s college hospital. London. Available at: http://www.data.memberclicks.com/site/wi/BMJ-May 2005-waterbirth, pdf.
Kitzinger, S.2000. In explorating birth movement in water (The complete book of pregnancy and childbirth). Available at: http://www.waterbirth.org.
McFarland JA.2007. In waterbirth–myths vs realities. Available at: http://www.mybirthdesign.com/.
OGCCU.2007. In water therapy – pain management in labour (Clinical guidelines-obstetrics and midwifery guidelines). Available at: http://www.kemh. health.wa. gov.au/development/manuals/sectionb/4/8269.pdf.
Palmer, J. In water during labour and birth. 2001 Available at: http://www. pregnancy.com.au/water_during_labour_and_birth.htm.
Schroeter K.2004. In water births: a naked emperor (departement of pediatrics, division of perinatal-neonatal medicine). J.Pediatrics
Singh U, Schereiner A, Macdermott R, Johnston D, Seymour J, Garland D, Davidson J.2006. Guidelines for Water Birth within the midwifery led unit and at home (Dartford and Gravesham-NHS Trust). Available at: http://www.darentvalley hospital. nhs.uk.
Thoni A, Murari S.2001. In birth in water. a comparative study after 555 births in water (Abstract). Minerva Ginecol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar